Perjalanan selalu memberikan sebuah essensi menarik tentang betapa kerasnya hidup dan betapa baiknya alam memberikannya kepada mereka yang sadar. Perjalanan yang tidak jauh hanya dua jam dari kota menuju sebuah kabupaten yang lari dari keteraturan kota yang liar.

Rumah panggung liar, saya bertanya-tanya apakah mereka punya sertifikat tanah yang resmi atau hanya mengikuti peradaban kota yang belum mereka sentuh, indah.

Atmosfer perjalanan yang sangat saya rindukan, walau tidak penuh memenuhi saya. Tapi memenuhi kepenatan yang berangsur-angsur padam ditelan angin sore entah di mana saya sedang berada

Dengan bus umum jauh menyebrangi perbatasan kota, leluasa tersenyum tanpa peduli siapa penumpang disamping saya? apa niat mereka bepergian? kemana tujuan mereka? ah! Padang rumput yang lelah berayun-ayun menyegarkan

Saya sedang mendengarkan Le Futur Pompiste, ketika disini entah jam berapa yang saya tau angin semakin berhembus kencang, bau perkotaan sudah enyah dibawa rumpun sisa belukar yang terbakar oleh cuaca panas dan teori Al Gore yang pekat.

Mungkin mereka bertanya-tanya kenapa saya merasa takjub melihat keterbatasan mereka dalam bertekhnologi... Mungkin pemerataan cuma isu lokal semata. Ah terserahlah, saya selalu ingin tinggal di rumah-rumah ramah ini, suatu saat!
“Our battered suitcases were piled on the sidewalk again; we had longer ways to go. But no matter, the road is life”
Jack Kerouac, On The Road
Jack Kerouac, On The Road
Tidak ada komentar:
Posting Komentar