Sabtu, 27 Agustus 2011

Jumat, 26 Agustus 2011

Shangri-La

Shangri-La: ethereally beautiful, hard to reach, and expensive once you get there. It conjures words most delightful to tourists’ ears: “rare, remote, primitive, and strange.” If the service is poor, blame it on the altitude. So compelling is the name that right this minute, workmen, bulldozers, and cement trucks are busily remodeling a ham­ let near the China–Tibet border that claims to be the true Shangri-La. I would have brought up the link to geography as well, the de­scriptions of the botanist Joseph Rock, whose various expeditions for National Geographic in the 1920s and early 1930s led to his dis­covery of a lush green valley tucked in the heart of a Himalayan mountain topped by a “cone” of snow, as described in his article published in 1931. Some of the inhabitants there were purported to be more than a hundred fifty years old. (I have met demented resi­dents at old-age homes who have made similar claims.) James Hilton must have read the same article by Rock, for soon after, he used sim­ ilar descriptions in penning the mythical Shangri-La. Voilà, the myth was hatched, delusions and all. But the most interesting aspect to me is the other Shangri-La al­luded to in Lost Horizon, and that is a state of mind, one of moder­ation and acceptance. Those who practice restraint might in turn be rewarded with a prolonged life, even immortality, whereas those who don’t will surely die as a direct result of their uncontrolled impulses. In that world, blasé is bliss, and passion is sans raison. Passionate people create too many problems: They are reckless. They endanger others in their pursuit of fetishes and infatuations. And they self­ agitate when it is better to simply relax and let matters be. That is the reason some believe Shangri-La is so important as the antidote. It is a mindset for the masses—one might bottle it as Sublime Indiffer­ence, a potion that induces people to follow the safest route, which is, of course, the status quo, anesthesia for the soul.

Saving Fish From Drowning - Amy Tan

Selasa, 23 Agustus 2011

Frequently Ask Question 1

Kenapa mereka suka sekali mengklaim diri mereka sedang mengalami disorientasi dan kekacauan mental. Padahal tak pelak lagi mereka adalah orang-orang yang banyak diberikan keberuntungan dalam hidupnya. Cara berpikir yang benar dan pandai mengkoreksi diri sendiri, serta banyak mengalami penyesalan bukankah sebuah anugerah yang tak ternilai yang dikontribusikan oleh diri sendiri. Bukankah itu artinya hati nurani dan logika bergerak dengan normal dan bekerja sesuai dengan apa yang seharusnya. Lalu kenapa mereka bangga sekali??? Apakah mereka berpikir hal itu adalah sebuah hal yang keren??? Seseorang yang benar-benar mengalami kekacauan mental yang serius semisal seorang penderita asperger, justru berusaha mendustai diri dan orang-orang di sekitarnya agar dapat diterima layaknya manusia normal dengan mental yang stabil dan waras. Tekanan batin mungkin merupakan prekursor seseorang mengalami kecelakaan mental. Tapi semua manusia normal tanpa terkecuali pastilah pernah mengalami tekanan batin. Hanya saja beberapa orang mulai tidak waras dan menjadikannya sebuah alasan demi keunikan diri agar dicap berbeda dengan berkata "i'm in mentally disorder." di media jejaring sosial, situs mikro blogging, dan mungkin berkata secara langsung kepada seorang relasi agar dianggap menarik secara mental dan kepribadian. Mengenaskan.

Senin, 22 Agustus 2011

The Book of Hope 1

Hope, Dia memandangi foto keluarga kecil dimana hanya ada seorang ayah dan anak yang kecil berambut pendek dengan tatapan kosong berdiri disebelah lelaki setengah baya yang sangat tampak merasakan banyak kenyamanan dalam karir kehidupan.

Pintu berdebam dari balik kamar, paman dan bibinya pergi, kini dia seorang diri di rumah, dalam kamar yang langsung berhadapan dengan sebuah jurang yang berani menantang laut. Dia selalu berdoa, berharap bisa keluar dari rumah yang indah itu, rumah yang dibangun oleh ayahnya untuknya, tapi ketika sang ayah meninggalkannya dalam ketiadaan yang beku, kini paman dan bibinya berusaha merampas rumah indah itu, menjadikannya sebuah kurungan. Cantik diterpa sinar matahari sore, sangat manis dibayangi sinar matahari pagi.

Dia berpikir lama sekali sengaja membelakangi kaca-kaca rumah kemilau yang berpendar silau lalu menghangat, dan menyembuhkan. Sinar matahari menghangatkan punggung kecil dan ciut, tampak keraguan bersembunyi dalam kulit punggung yang dikuatkan oleh rusuk yang tidak juga meyakinkan akan kekuatan sebuah keyakinan. Dia selalu tau, semua kebebasan yang ingin dia lakukan adalah sebuah ketidakpastian, konyol, dan mungkin palsu. Betapa sebuah keinginan akan selalu ingin, ingin, dan ingin terus dilakukan sekalipun tidak perlu dilakukan. Dia keluar dari kamar berjalan sigap namun penuh awas menuju pintu selamat datang. Mengguncang-guncang sebuah benda alumunium bewarna emas yang dibayangi wajah kuyu namun penuh dengan rasa ingin tahu, sayang sekali pintu tak jua terbuka. Paman dan bibinya telah mengunci pintu.

Resah, dia menggerakan gigi-giginya ke kanan dan ke kiri. Kebiasaan kecil yang terbawa hingga 15 tahun lamanya. Tanpa lama memandang pintu terkunci itu, dia kembali ke kamarnya dengan terisak lara tanpa rona muka yang jelas, melemparkan pot bunga tanah liat yang berisi anggrek ungu mekar ke kaca indah, seorang teman dalam duka, mimpi, dan kenangan sang ayah. praank! kaca pecah, gaungnya menguasai keheningan ruang-ruang rumah pesakitan itu, namun pecahannya tidak sebesar yang dia harapkan. Sekejap ketakutan menyergapnya, dia takut paman dan bibinya mengamuk dan bukan saja mengurung tapi menyeretnya ke kamar yang lain tiada kaca-kaca indah ini lagi, tiada keindahan jurang kecil dan laut lepasnya. Rasa senangpun turut menjalari segenap hatinya, bukan tidak mungkin dia melemparkan sebuah kursi hingga kaca benar-benar pecah beribu lalu terpenuhi sudah keinginan akan kebebasan tanpa sepengetahuan seorangpun.

Dia selalu tau ketika pergi dari rumah berkaca panjang itu dia mungkin akan terancam nyawanya, bukan hanya soal ketidakstabilan mental yang dia punya, tapi soal kesenangan yang membutakan mata, membuatnya menjadi seseorang yang lupa daratan, lepas kendali, liar, payah, dan tumbuh berani untuk menjadi seorang pengecut yang mecicit seperti seekor tikus kecil mencari makanan sisa di tempat yang lembab, kotor, dan penuh dengan dosa.

Sabtu, 20 Agustus 2011

La Vita e Bella



Be Brave then You Know


seberapapun berantakannya anda,
beranilah!
maka anda akan mengetahui


Dear Echo I'm Delta


dear echo
ada banyak hal di dunia ini
aku percaya akan ada hal yang baik yang menyambutmu
tanpa banyak menuntut
dan akan selalu menuntun
sekalipun kau berkata "aku membenci mu!"
aku tidak akan pernah ikut membenci
tidak dalam keadaan super waras
dan akan ada saat aku tidak pernah bisa memberikan
hal yang terbaik
yang aku punya



untuk diriku sendiri, delta
Tuhan memiliki hari
dimana harus menghancurkan apa yang Dia ciptakan

mungkin kau ah! aku bukan Tuhan
tapi kau harus meyakini setiap kesakitan yang nyata
akan ada kesembuhan yang berarti
mungkin bukan saat ini
mungkin bukan tahun ini
mungkin bukan abad ini
mungkin bukan di kehidupan ini


Sabtu, 13 Agustus 2011

To Write To Notice


when you're too busy to write something
there's someone who try to write you
in her heart based on the sweet and sour experiences
and she still believe there's a chance
to you to loving her
sincerely

Selasa, 09 Agustus 2011

Kekosongan

Kekosongan itu kira-kira seperti ini:
  • Berjalan ke suatu tempat dengan tujuan yang jelas, mengendalikan kewaspadaan lalu awas terhadap sekitar tetapi tidak dengan "dirimu"
  • Mendengarkan seseorang berbicara, memberi respon yang provoaktif, jelas menyimak setiap struktur kata mengalir tetapi tidak dengan "dirimu"
  • Mengantuk mengantuk mengantuk terpejam ringan ringan nyaman lalu menghilang tetapi tidak dengan "dirimu"
Ini semua bukan karena hidupku atau hidup dia terlalu kesepian tetapi karena terlalu ramai membicarakan orang lain, terakhir yah kau bisa mengganti isi dari tanda kutip di atas sesuai dengan kemauanmu

Cerita Delta I


Aku adalah Delta.
Hidup bersama beberapa lintas generasi dalam sebuah generator mini yang disebut kehidupan.
Aku tidak pernah berharap sebuah air terjun awet muda.
Atau kolam permohonan.

Ada berapa banyak hal lagi yang harus aku kalahkan oh bukan! yang harus aku mengalah-kan dalam hidup. Disaat semua orang memilih bernestapa dalam kehancuran hati sebuah ikatan, aku tak turut serta, bukan karena ketidakinginan tetapi karena aku takut dan berketidakmampuan. Aku bosan akan resiko, tidak! rasanya seperti seorang budak belian yang dipaksa berkencan dengan lembu sang majikan. Diam terus diam tetapi berdampak besar dalam bagian hidupmu.

Betapa menyedihkannya hidup dengan segala keteraturan di luar dan ketidak beraturan di dalam. Mengamuk seakan mengalami kecenderungan menekankan diri sendiri untuk tidak menekan orang lain. Tetapi jika aku merasa dirugikan karena telah merancang suatu kebahagian orang lain berarti aku orang yang tidak tulus, saat aku bertanya apakah kau tulus padaku dan memohon untuk melepaskan aku karena telah merugikanmu, aku menyakiti diriku sendiri dan membuatmu seperti aku yang tidak tulus. Hingga akan muncul banyak pertanyaan klasik kenapa aku membiarkan diriku sendiri menjadi pesakitan. Yah begitu kompleksnya tentang menghangatkan perasaan, mengikhlaskan sebuah percobaan. Dan jika ketulusan memang ada, berarti aku sekarang berada di surga. Delta.

kenapa harus bewarna kalau bisa memilih hitam dan putih
itu memudahkan mencari pembenaran
tidak menyelami banyak warna untuk tau warna aslinya
tapi kalau aku, jelas bewarna