Selasa, 01 November 2011

Raison et Volonte

Segala sesuatu yang menyangkut pencapaian intelektualitas selalu menyeret kehendak yang radikal. Semakin tinggi, cepat, dan tanggap sebuah pemikiran maka semakin skeptis dalam banyak pembenaran dan semakin anarkis dalam mengolah sebuah opini, karena muatan yang merasuk di dalamnya semakin dipenuhi fakta, siklus pemikiran yang logis, dan buah tangan dari opini-opini para Almarhum yang bernisankan ideologi dan teori.

Saya rasa kehendak semua orang selalu menyangkut kebebasan. Dan mereka yang lebih dimabuk teori ketimbang memegang laras panjang sebuah senjata api dan menyesap bubuk mesiu di medan tempur Timur Tengah, lebih suka memanipulasi kebebasan dengan banyak kalimat radikal padahal mereka sendiri telah kelelahan menganalisis banyak fakta perang seolah teler oleh opium kelas satu. Toh, kebebasan sudah sepatutnya semu tapi selalu tampak nyata seperti bilah pedang seorang sultan di tengah gurun tak bertepi. Tergantung si mata pedang, ingin menebas budak atau kembali dalam selongsong rumah pedang yang tergantung pada pinggang-pinggang pria kurus, bermata penuh celak, dan pandai bersilat lidah. Mereka percaya takdir ketimbang Tuhan. Yaitulah kebebasan.

Ketika saya ditanya "Apa yang kau inginkan dari segala pemikiran yang pernah kau pikirkan selama bertahun-tahun?!!" Tidak ada, dan memang tidak ada hasilnya karena pada akhirnya saya dihidupi oleh klisenya samudera permata dan rumpun-rumpun akal sehat yang diselubungi plastik hitam berlabel kertas putih dan coretan tebal spidol tahan air bertuliskan "realistis."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar