Selasa, 22 November 2011

Pahit

Namanya Pahit, dia merasa tidak pantas untuk banyak hal hanya karena kehidupannya keras yang kini menjadi duri di dalam daging. Senyum dan tertawa mungkin hanya sebuah euforia datang dan pergi tetapi kesedihannya abadi, mengaliri darah segarnya, bersarang dengan liar di dalam hati. Kata orang, masa lalu hanya akan berakhir sebagai masa lalu, tetapi baginya semua itu seperti kunci untuk membongkar banyak hal buruk yang terjadi demi tahun ke tahun. Tidak ada kata-kata yang pantas mengungkapkan desir-desir sakit hatinya selain separuh dari dirinya yakin kalau dia tidak tercipta untuk mengharapkan sesuatu yang baik. Tuhan membuat dirinya sebagai pelajaran untuk kedua muda-mudi lupa diri, yang bersemangat memompa cinta lalu kandas dalam sebuah jurang dimana "pendosa tidak sengaja" berkumpul menyesali diri dengan membabi-buta dan melaknat satu sama lain.

Tidak pernah ia lupakan semua kejadian buruk itu. Betapa tangan-tangan kotor melayang-layang di udara menghantam hembusan nafas lemah lalu menyeretnya ke dalam sebuah episode ketidakberuntungan yang menjadikan dia dewasa sebelum waktunya. "Ini bukan hal yang mudah. Mungkin mudah untuk kau jadikan lelucon musim panas tetapi sulit untuk aku terima, betapa kehidupan menyeretku dalam sebuah sesi sebab-akibat dalam hal buruk, sebut saja ini karma dalam hubungan tolol yang bahkan tidak mereka sadari dan rencanakan sebelumnya, aku ulangi lagi, hal itu tidak mereka rencanakan dan sudah dapat dipastikan hal ini adalah hal yang tidak pernah mereka ingin terima! Jelas ini bukan hal yang mudah." Selanya pahit.

Lucu sekali.....

Thirty Three Trees

my artwork for my favourite track from Noises by GAP
Thirty Three Trees

Selasa, 15 November 2011

Around the Celebration of SEAG XXVI

Saya dan partner saya Easytori (name of her company) datang berkunjung ke sekitar Jakabaring Sport City dan Dekranasda Jakabaring tempat berlangsungnya Sriwijaya International Expo 2011, lebih dari puluhan instansi serta pameran kebudayaan dan hasil alam dari berbagai kabupaten Sumatera Selatan dan provinsi digelar di dalam tenda-tenda berpayung putih mewah. Here they are the photoshot of around the celebration....






















dan inilah kendaraan bebas polusi yang menemani berkeliling venue
Sampai sore menjelang lalu pulang...

Senin, 07 November 2011

Kamis, 03 November 2011

The Amazing Moments in Life


  1. Coming home late and go straight to bed.
  2. Buying amazing clothes that you found on sale.
  3. Talking on the phone until five in the morning.
  4. Taking long showers that wash away our worries.
  5. Feeling as though you finally belong somewhere.
  6. Deciding what you want to do in your life.
  7. Feeling satisfied after a delicious meal.
  8. Falling asleep instantly when you're upset.
  9. When you have a great night of sleep.
  10. Drinking a cup of tea in the sunset.
And realizing that everything is going to be okay dear.... Even on the rainy days, on the rainy days....

Too Loud in My Blood

Just an old photo, where the music still too loud in my blood

Selasa, 01 November 2011

Raison et Volonte

Segala sesuatu yang menyangkut pencapaian intelektualitas selalu menyeret kehendak yang radikal. Semakin tinggi, cepat, dan tanggap sebuah pemikiran maka semakin skeptis dalam banyak pembenaran dan semakin anarkis dalam mengolah sebuah opini, karena muatan yang merasuk di dalamnya semakin dipenuhi fakta, siklus pemikiran yang logis, dan buah tangan dari opini-opini para Almarhum yang bernisankan ideologi dan teori.

Saya rasa kehendak semua orang selalu menyangkut kebebasan. Dan mereka yang lebih dimabuk teori ketimbang memegang laras panjang sebuah senjata api dan menyesap bubuk mesiu di medan tempur Timur Tengah, lebih suka memanipulasi kebebasan dengan banyak kalimat radikal padahal mereka sendiri telah kelelahan menganalisis banyak fakta perang seolah teler oleh opium kelas satu. Toh, kebebasan sudah sepatutnya semu tapi selalu tampak nyata seperti bilah pedang seorang sultan di tengah gurun tak bertepi. Tergantung si mata pedang, ingin menebas budak atau kembali dalam selongsong rumah pedang yang tergantung pada pinggang-pinggang pria kurus, bermata penuh celak, dan pandai bersilat lidah. Mereka percaya takdir ketimbang Tuhan. Yaitulah kebebasan.

Ketika saya ditanya "Apa yang kau inginkan dari segala pemikiran yang pernah kau pikirkan selama bertahun-tahun?!!" Tidak ada, dan memang tidak ada hasilnya karena pada akhirnya saya dihidupi oleh klisenya samudera permata dan rumpun-rumpun akal sehat yang diselubungi plastik hitam berlabel kertas putih dan coretan tebal spidol tahan air bertuliskan "realistis."