Ketika kontradiksi menghujam, sejenak pro-aksi memproteksi diri, begitu juga sebaliknya ketika merasa lega dan nyaman atas kebenaran yang tak terbantahkan maka perasaan tidak pernah puas sebelum jatuh berdarah-darah akan terus datang menggempur. Manusiawi, se-bersalahnya manusia, akan selalu ada A untuk B lalu C dibalik D hingga X,Y dan Z tidak akan pernah ada habisnya.
Tidak pelak, sekalipun terbata, tersedak dan tersendat-sendat lirih, si pendosa akan punya alasan untuk menyangkal kesalahan yang benar-benar terjadi. Bagaimana dengan kebohongan yang hancur dihakimi pemerintah di ruang formal dan terbuka, di depan saksi, dengan bukti yang kuat dan rasa bersalah yang berjatuhan di pelupuk mata? "Kau tidak butuh alasan, teman! Kau hanya butuh uang... there's no government but a corporate culture which has transformed you from a person into a consumer, belilah apa yang bisa kau beli..."
Tidak pelak, sekalipun terbata, tersedak dan tersendat-sendat lirih, si pendosa akan punya alasan untuk menyangkal kesalahan yang benar-benar terjadi. Bagaimana dengan kebohongan yang hancur dihakimi pemerintah di ruang formal dan terbuka, di depan saksi, dengan bukti yang kuat dan rasa bersalah yang berjatuhan di pelupuk mata? "Kau tidak butuh alasan, teman! Kau hanya butuh uang... there's no government but a corporate culture which has transformed you from a person into a consumer, belilah apa yang bisa kau beli..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar